Minggu, 20 Juni 2010

Kekerasan anak

KabarIndonesia - Kekerasan pada anak terus meningkat. Permulaan tahun 2010 ini masyarakat dikejutkan rentetan kekerasan pada anak. Di Depok Jawa Barat seorang guru ngaji menyiksa santrinya dengan air keras. Di Jakarta seorang homoseks menyodomi dan membunuh tiga anak jalanan dengan cara mutilasi. Di Tangerang seorang ibu tega membekap bayinya hingga tewas.

Di Semarang juga terjadi kasus penculikan bayi yang sampai sekarang juga belum terungkap. Kekerasan pada anak nampaknya terus terjadi dan sulit untuk dikendalikan. Terdapat kecenderungan ketika ada permasalahan yang berhubungan dengan anak, maka dipergunakan cara-cara kekerasan untuk menyelesaikannya. Ini juga menjadi trend masyarakat dalam mempergunakan kekerasan tiap kali ada permasalahan. Tak hanya di Indonesia, ketika dunia diwarnai dengan kekerasan, maka trend kekerasan pada anak pun cenderung meningkat.

Pada Oktober 2006, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerbitkan hasil studi tentang kekerasan pada anak. Di sana terungkap skala bentuk kekerasan pada anak di seluruh dunia terus meningkat. Dalam hal ini PBB membuat seruan penguatan komitmen dan aksi di tingkat lokal dan nasional oleh semua negara di dunia untuk meretasnya.

Di Indonesia angka kekerasan pada anak pun cenderung mengalami peningkatan. Meminjam data World Vision Indonesia menemukan angka 1891 kasus kekerasan selama tahun 2009, padahal pada tahun 2008 hanya 1600 kasus. Kompilasi dari sembilan surat kabar nasional menemukan data 670 kekerasan pada anak selama tahun 2009, sementara tahun 2008 sebanyak 555 kasus. Pengaduan ke KPAI selama tahun 2008 ada 580 kasus dan tahun 2009 ada 595 kasus.

Data Bareskrim Polri selama tahun 2009 kekerasan pada anak sebanyak 621 kasus (Hadi Supeno, 2009). Banyak pihak meyakini kekerasan pada anak merupakan fenomena gunung es. Kejadian yang sesungguhnya lebih banyak dibandingkan data-data yang dapat diungkap ke permukaan. Minimnya data juga mencerminkan manakala kekerasan pada anak masih cenderung ditutupi karena dipandang masalah internal keluarga. Pemahaman bahwa anak mempunyai hak perlindungan sering tidak dipahami. Ini menjadi bukti manakala Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum dipahami.

Yang menjadi pertanyaan mengapa kekerasan pada anak terus berkembang menjadi kultur yang terus meningkat?

Pertama, terdapat kultur kekerasan dalam masyarakat yang berkembang menjadi laten. Anak masih dipandang sebagai benda milik orang dewasa yang sewaktu-waktu harus takluk dan tunduk di bawah keinginan orang dewasa. Baik di sekolah maupun di masyarakat, anak masih dipandang dapat diperlakukan sekehendak orang dewasa.

Kedua, modernisasi dan globalisasi selalu melahirkan kesenjangan sosial terutama kemiskinan. Kondisi ini juga menyebabkan maraknya kriminalitas, kekerasan, prostitusi yang bermuara pada maraknya kekerasan pada anak. Anak berubah menjadi penyaluran pelampiasan kekerasan dari orang tua/ dewasa. Kondisi modernisasi juga menyebabkan anak mengalami penelantaran, dijadikan budak/ tenaga kerja, perdagangan anak, pelacuran hingga kekerasan fisik. Padahal kondisi ini berdampak pada penyiksaan kepada anak.

Ketiga, fenomena laten yang merupakan akibat dari efek domino kekerasan. Para pelaku kekerasan menyitir Johan Galtung (2001) merupakan korban kekerasan pada masa lalu. Mereka yang menjadi korban kekerasan pada masa lalu akan melampiaskan dendamnya kepada anak-anak pada masa kini. Oleh karena itu perlu ada upaya penyembuhan luka-luka batin agar kekerasan anak yang menghantui dapat diretas.

Beberapa langkah untuk mencegah kekerasan pada anak perlu terus dilakukan. Baik dengang metode sosialisasi peraturan yang ada maupun upaya penyadaran kepada masyarakat. Yang penting masyarakat perlu disadarkan bahwa anak berhak memperoleh perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Anak tidak dapat dijadikan ajang pelampiasan dan dendam orang tua. Untuk maksud itu perlu ada kepedulian menyalakan semangat perlindungan anak. Misalnya lembaga-lembaga yang ada di masyarakat dan berhubungan langsung dengan anak dan keluarga dijadikan ajang sosialisasi mengenai perlindungan anak. Misalnya arisan PKK, RT, karang taruna, pertemuan forum anak dijadikan ajang untuk memperkenalkan urgensinya perlindungan anak dan cara-cara mencapainya. Selain itu media massa hendaknya bersikap adil dengan tidak hanya mengekspos besar-besaran ketika ada kasus kekerasan dan bagaimana melakukan kekerasan.

Media massa juga harus proaktif dalam memberikan materi perlindungan anak kepada masyarakat. Media massa merupakan ajang yang strategis untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat bagaimana mengelola dampak dan cara membatasi praktek kekerasan. Agar memberikan efek jera juga perlu ada tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan pada anak. Yang aneh aparat penegak hukum sendiri masih sering belum paham bahwa terdapat UU Perlindungan Anak sehingga kasus-kasus yang menyangkut anak masih sering diproses dengan KUHP. Padahal implikasi penerapan UU Perlindungan Anak amat positif dalam rangka membatasi kekerasan pada anak.

Pemerintah perlu memberantas kemiskinan sampai ke akar-akarnya karena pada banyak peristiwa kemiskinanlah yang menjadi penyebab banyaknya kasus-kasus kekerasan terjadi. Pelacuran, pemekerjaan, trafficking, jual beli bayi disebabkan oleh masalah kemiskinan, dengan demikian perlu ada upaya nyata untuk meretasnya. Termasuk memberantas kemiskinan yang melanda anak. Dampak kemiskinan kepada anak sangatlah serius. Mulai dari gizi buruk, tiadanya akses pendidikan maupun pertumbuhan yang tidak optimal. Kasus-kasus kekerasan pada anak juga banyak terjadi di keluarga-keluarga miskin. Tanpa upaya dan kerja keras semua pihak kekerasan pada anak akan terus meningkat. Undang-Undang Perlindungan anak pasal 28 menyatakan bahwa semua anak harus mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Sudah saatnya pemerintah dan masyarakat perlu disadarkan bahwa kekerasan pada anak mempunyai dampak amat serius pada kelangsungan sebuah generasi. Harus ada upaya meretas secara nyata karena akan menjadi apakah generasi depan ketika anak-anak pada masa sekarang yang mengalami kekerasan dan menghambat perkembangan fisik dan psikis mereka? (*)


Penulis: peneliti pada The Servatius Institute Semarang
Sumber Foto: Fotosearch


Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik):
redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
http://kabarindonesia.com//
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Kekerasan+Anak+Kian+Mencemaskan&dn=20100206150954

Tidak ada komentar:

Posting Komentar